BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar
dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan
fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah
kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang
mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari
luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat
terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%.
Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup
50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan
luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan
penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh
dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar
serius.
Beberapa karakteristik luka bakar
yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini
meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang
melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih
kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald
burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang
sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena
bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan
listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan
ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan
fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi
pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit,
patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat
luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta
terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami
suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar.
Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat
mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka
bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau
kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka
bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk
menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar
tertentu.
B. tujuan
1. Agar mahasiswa
mengerti yang dimaksud dengan Luka Bakar.
2.
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara menangani pasien
dengan kasus luka bakar / combustio.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka bakar
adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah
RSUD Dr.Soetomo, 2001).
B. Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.
Gas
b.
Cairan
c.
Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
C. Fase Luka Bakar
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase
ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life
thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway
(jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi
sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
b. Fase sub akut.
Berlangsung
setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
1.
Proses inflamasi dan infeksi.
2.
Problempenuutpan luka dengan titik perhatian
pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ – organ fungsional.
3.
Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan
berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
D. Klasifikasi Luka Bakar
a. Dalamnya luka bakar
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan api, sinar ultra violet
(terbakar oleh matahari).
|
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung
jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam dari ketebalan
partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam
|
Kontak
dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan
api kepada pakaian.
Jilatan
langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
|
Blister besar dan lembab yang
ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung
jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik yang kurang
jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat nyeri
|
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)
|
o Kontak
dengan bahan cair atau padat.
o Nyala
api.
o Kimia.
o Kontak
dengan arus listrik.
|
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang
terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya
sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
|
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
|
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam
derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:
o
Derajat I
Pajanan hanya
merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk dapat
melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan
keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn.
o
Derajat II
Lesi melibatkan
epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang
bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel
epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan
adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa
gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena
perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat
timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka
bakar derajat III.
o
Derajat III
Mengenai seluruh
lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang lebih
dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
b.
Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian
9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace
yaitu:
1) Kepala dan
leher :
9%
2) Lengan
masing-masing 9% :
18%
3) Badan depan
18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
c.
Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar
harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)
Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan
tubuh.
2)
Kedalaman luka bakar.
3)
Anatomi lokasi luka bakar.
4)
Umur klien.
5)
Riwayat pengobatan yang lalu.
6)
Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American Burn
Association membagi dalam :
1)
Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
a)
Tingkat II kurang
dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total
Body Surface Area pada anak-anak.
b)
Tingkat III kurang
dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
2)
Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a)
Tingkat II 15%
- 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b)
Tingkat III kurang
dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3)
Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
a)
Tingkat II 32%
Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total
Body Surface Area pada anak-anak..
b)
Tingkat III 10%
atau lebih.
c)
Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga,
kaki dan perineum..
d)
Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi
pernafasan.
e)
Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f)
Luka bakar yang disertai dengan masalah yang
memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain
atau masalah kesehatan sebelumnya..
American college
of surgeon membagi dalam:
A.
Parah –
critical:
a)
Tingkat II :
30% atau lebih.
b)
Tingkat III :
10% atau lebih.
c)
Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d)
Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft
tissue yang luas.
B.
Sedang
– moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C.
Ringan
– minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
E. Patofisiologi Luka Bakar
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget
dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga
dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat
luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%,
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi
urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang
terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor,
suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin
tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih
dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai
membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke
pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada
kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai
oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka
bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi
kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.
Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang
sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh
kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas,
tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease
dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa
penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama
dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan
keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif
ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng
yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh
kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan
yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak,
biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan
sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya
kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat
terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus
infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman
yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar
derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini
dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar
sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar
derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,
kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi
dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus
paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok,
sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion
kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita
luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau
duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini
dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase
katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak
hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan
tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet.
Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang
disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila
luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban
kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak dari
|
Mekanisme
|
Dampak dari
|
|
Pergeseran cairan ekstraseluler.
|
Vaskuler ke insterstitial.
|
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi
luka bakar.
|
Interstitial ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi renal.
|
Aliran darah renal berkurang
karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan aliran darah renal
karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar sodium/natrium.
|
Na+ direabsorbsi oleh
ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam
cairan oedem.
|
Defisit sodium.
|
Kehilangan Na+ melalui
diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit sodium.
|
Kadar potassium.
|
K+ dilepas sebagai
akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi
karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+ bergerak kembali ke
dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah
luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar protein.
|
Kehilangan protein ke dalam
jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan protein waktu
berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan nitrogen.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan
protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
|
Keseimbangan nitrogen negatif.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan
protein, immobilitas.
|
Keseimbangan nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan asam basa.
|
Metabolisme anaerob karena
perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal
berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas
serum.
|
Asidosis metabolik.
|
Kehilangan sodium bicarbonas
melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir
metabolisme.
|
Asidosis metabolik.
|
Respon stres.
|
Terjadi karena trauma,
peningkatan produksi cortison.
|
Aliran darah renal berkurang.
|
Terjadi karena sifat cidera
berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
|
Stres karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi karena panas, pecah menjadi
fragil.
|
Luka bakar termal.
|
Tidak terjadi pada hari-hari
pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling ulcer (ulkus pada
gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan central di hipotalamus
dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut dilatasi dan paralise usus.
|
Peningkatan jumlah cortison.
|
Jantung.
|
MDF meningkat 2x lipat, merupakan
glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
|
Disfungsi jantung.
|
Peningkatan zat MDF (miokard
depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
|
CO menurun.
|
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A.
Luka bakar grade II:
1)
Dewasa > 20%
2)
Anak/orang tua > 15%
B.
Luka bakar grade III.
C.
Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
F. Penatalaksanaan
Seperti
menangani kasus emergency umum yaitu:
A.
Resusitasi
A, B, C.
1)
Pernafasan:
a)
Udara panas à mukosa rusak à
oedem à
obstruksi.
b)
Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL,
Bensin à
iritasi à
Bronkhokontriksi à
obstruksi à
gagal nafas.
2)
Sirkulasi:
gangguan
permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à
hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B.
Infus,
kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C.
Resusitasi
cairan à
Baxter.
Dewasa
: Baxter.
RL
4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak:
jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL
: Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x %
LB.
Kebutuhan
faal:
<
1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à
diberikan 8 jam pertama
½ à
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x
BB gr/hr
100
(Albumin 25% =
gram x 4 cc) à
1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D.
Monitor
urine dan CVP.
E.
Topikal
dan tutup luka
-
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) +
buang jaringan nekrotik.
-
Tulle.
-
Silver sulfa diazin tebal.
-
Tutup kassa tebal.
-
Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F.
Obat –
obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6
jam sejak kejadian.
o Bila
perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan
kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
b)
Sirkulasi:
Tanda (dengan
cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
c)
Integritas
ego:
Gejala: masalah
tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas,
menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran
urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai
stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area
batas; kesemutan.
Tanda: perubahan
orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran
timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai
nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga
tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala:
terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak;
batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral
dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan
torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum:
destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Cedera api:
terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.
Cedera kimia:
tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
Cedera listrik:
cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
j)
Pemeriksaan
diagnostik:
(1)
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2)
Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan
cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan
henti jantung.
(3)
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada
mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
(4)
BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5)
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan
hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6)
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi
asap.
(7)
Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang
dapat menurun pada luka bakar masif.
(8)
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada
cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa
Keperawatan
Sebagian
klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama
menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada
klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 %
Total Body Surface Area adalah :
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka
bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan
pengembangan dada.
2
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
3
Resiko kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal
sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher
Rencana dan Intervensi Keperawatan
Rencana
Intervensi
1.
Resiko berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompresi jalan nafas .
Tujuan dan
Kriteria Hasil : Bersihan jalan nafas tetap efektif. Kriteria
Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi :
o
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi. Rasional : Dugaan cedera inhalasi
o
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan
adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. Rasional :
Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan
terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
o
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik,
penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Rasional : Obstruksi jalan nafas/distres
pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah
terbakar.
o
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada
kulit yang cidera. Rasional : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
o
o
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi,
kacau mental. Rasional : Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan
kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
o
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan. Rasional : Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian
cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan
kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
o
Lakukan program kolaborasi meliputi : Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh
masker wajah. Rasional : O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas
sputum.
o
Awasi/gambaran seri GDA. Rasional : Data dasar penting untuk
pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2
kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH
menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
2.
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui
rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan
pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Tujuan dan
Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan
biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi
oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi :
o Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi
perifer. Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji
respon kardiovaskuler.
o Awasi
pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai
indikasi. Rasional : Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2
pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada
kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
o Perkirakan
drainase luka dan kehilangan yang tampak. Rasional : Peningkatan permeabilitas
kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui
evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
o Observasi
distensi abdomen,hematomesis,feces hitam. Rasional : Stres (Curling) ulcus
terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi
pada awal minggu pertama).
o Hemates
drainase NG dan feces secara periodik. Rasional : Observasi ketat fungsi ginjal
dan mencegah stasis atau refleks urine.
o Lakukan
program kolaborasi meliputi :
o
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Rasional : Resusitasi
cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah
komplikasi.
o
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit,
plasma, albumin. Rasional : Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan
kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
o
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit,
natrium ). Rasional : Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus
dari debris /mencegah nekrosis.
o
Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya Manitol
(Osmitrol), Kalium, Antasida. Rasional : Penggantian lanjut karena kehilangan
urine dalam jumlah besar, Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor
histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
o Pantau:
Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi. Warna urine.
Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama
periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan laporan
elektrolit. Berat badan setiap hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial
diperlukan. Status umum setiap 8 jam. Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan
indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat
(awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh
hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak
adekuat. Inspeksi adekuat dari luka bakar.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan dan
Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi
adekuat. Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam
renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi :
o Pantau
laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum. Rasional : Mengidentifikasi
kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat
merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
o Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan.
Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada
ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan
(dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan
sensorium). Rasional : Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang
tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan
sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
o Pertahankan
posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada. Rasional : Memudahkan ventilasi
dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
o Untuk luka
bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan
takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional :
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit
(eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
daftar pustaka
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth
Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga
University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines
for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical
Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia.
Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan
Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.
Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta.
0 Response to "laporan pendahuluan LUKA BAKAR (combustio)"
Post a Comment
jangan lupa komentar nya gan :)