ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS
DI SUSUN OLEH :
YOSEP FRANDI
MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2011
PENDAHULUAN
Obstruksi usus atau
sering disebut ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang
sering dijumpai, merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendisitis akut. Di Indonesia, tercatat 7.059 kasus yang dirawat inap dan
7.024 kasus rawat jalan pada 2004, sedangkan di Amerika, diperkirakan sekitar
300-400 ribu kasus tercatat tiap tahunnya (Jeekel, 2003).
Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai adanya sumbatan mekanik
yang terjadi di usus, baik yang sifatnya parsial maupun total. Penyebab yang
paling sering dari obstruksi usus adalah adhesi (perlekatan), yakni ditemukan
> 50% dari semua kasus, pada 3-6 bulan setelah operasi abdomen. Pembagiannya
secara garis besar meliputi obstruksi usus atas dan obstruksi usus bawah.
Obstruksi usus atas meliputi usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum) dan
obstruksi usus bawah meliputi kolon. Sedangkan kelainan mekanik penyebab obstruksi
usus dapat dikelompokkan dalam tiga penyebab utama, yaitu intraluminal (contohnya
bolus makanan, benda asing), obstruksi yang timbul dari lesi pada dinding usus
(tumor, Crohn disease), dan ekstrinsik (adhesi, hernia, volvulus).
Obstruksi lebih sering
terjadi pada usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara
penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus
halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu
iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus
halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah
kematian.
Obstruksi kolon sering
disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomi seperti volvulus, hernia
inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih
kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi. Terkadang
cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis
yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya.
A. PENGERTIAN
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
B. ETIOLOGI
1. Mekanis
·
Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari
obstruksi mekanik)
·
Karsinoma
·
Volvulus
·
Intususepsi
·
Obstipasi
·
Polip
·
Striktur
2. Fungsional (non mekanik)
·
Ileus paralitik
·
Lesi medula spinalis
·
Enteritis regional
·
Ketidakseimbangan elektrolit
·
Uremia
C. PATOFISIOLOGI
Pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana
gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak
adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan
elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan
hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila
tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi cairan
dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi
sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi
diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul
atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu.
Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi
sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang
hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat
cukup panjang.
D. JENIS-JENIS OBSTRUKSI
Terdapat 2 jenis obstruksi :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH
· Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
· Terapi Na+, K+, komponen darah
· Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
· Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
· Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
· Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
· Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.
· Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
· Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
· Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
G. PENGKAJIAN
1. Umum :
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.
2. Khusus :
a. Usus halus
·
Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan
distensi
·
Distensi ringan
·
Mual
·
Muntah : pada awal mengandung makanan tak
dicerna dan kim;selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
·
Dehidrasi
b. Usus besar
·
Ketidaknyamana abdominal ringan
·
Distensi berat
·
Muntah fekal laten
·
Dehidrasi laten : asidosis jarang
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,
Tujuan : kebutuhan cairan
terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Tanda
vital normal
2. Masukan
dan haluaran seimbang
Intervensi :
1.
Pantau
tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
2. Pantau
cairan parentral dengan elektrolit, ntibiotic dan vitamin
3. Pantau
selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran
drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
4. Posisikan
pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke
dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang
benar
5. Pantau
selang terhadap masuknya cairan setiap jam
6. Kateter
uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
7. Ukur
lingkar abdomen setiap 4 jam
8. Pantau
elektrolit, Hb dan Ht
9. Siapkan
untuk pembedahan sesuai indikasi
10. Bila
pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan
mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur
atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
· Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.
· Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.
· Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.
· Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
· Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.
· Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi
2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
1.
Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman;
jangan menyangga lutut.
2.
Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
3.
Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping
anlgesik; hindari morfin
4.
Berikan periode istirahat terencana.
5.
Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif
atau pasif setiap 4 jam.
6.
Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung
dan perawatan kulit.
7.
Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan
atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.
8.
Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang
nyeri.
3. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan
Tujuan : pola nafas
menjadi efektif.
Kriteria hasil : pasien
menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan
perlahan.
Intervensi :
1.
Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan,
“pernafasan cepat”
2.
Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
3.
Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
4.
Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap
4 jam dan napas dalam setiap jam.
5.
Auskultasi
dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis
situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas
teratasi
Kriteria hasil : pasien
mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan
keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
1.
Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan
ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.
2.
Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas
dan rasa takut; berikan penenangan.
3.
Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan
penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
4.
Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
5.
Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan.
Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta
: EGC; 2001
2.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica
Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta
: EGC; 2001.
3.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards :
Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
4.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical
Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
5.
Reeves,
Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed.
I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS"
Post a Comment
jangan lupa komentar nya gan :)