BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5
juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak
penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan
secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat
operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan
secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu
kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu
gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi
dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B.
Tujuan
a. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan
batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam
ductus choledochus (choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di
dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk
dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan
memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan
batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
B.
Etiologi
a.
Obstruksi duktus sistikus
dengan distensi dan iskemia vesika bilaris. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguam aliran darah dan
limfe, bakteri komensal kamudian berkembang biak
b.
Cedera kimia (empedu) dan atau
mekanik (batu empedu) pada mukosa
c.
Infeksi bakteri
Adanya kuman
seperti E. Coli, salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim
– enzim pankreas.
C. Patogenesis Bentukan Batu Empedu
Avni Sali tahun 1984 membagi batu
empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini
sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut:
a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah
kolesterol. Ini bisa berupa
sebagai:
a. Batu
Kolesterol Murnib. Batu Kombinasi
c. Batu Campuran (Mixed Stone)
b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar
kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:
a. Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
b. Batu pigmen murni
c) Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:
2. Batu Campuran (Mixed Stone)
3. Batu Pigmen.
4. Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin)
dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung
empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan
garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 :
13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan
sebagai berikut:
·
Peradangan dinding kandung empedu,
absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
·
Orang-orang gemuk dimana sekresi
kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi
supersaturasi.
·
Diet tinggi kalori dan tinggi
kolesterol (western diet).
·
Pemakaian obat anti kolesterol
sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik)
·
Pemakaian tablet KB (estrogen)
sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II
bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam
empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu
yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena
perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang
sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada
keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu
normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus.
Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama,
setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi
kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.
Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:
a.
Batu Calcium bilirubinat (batu
infeksi).
b.
Batu pigmen murni (batu non
infeksi).
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi
bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada
malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin
terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar
larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan
oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4
lakton yang menghambat kerja glukuronidase.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti
batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian
dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen
dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan
Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang
D.
Patofisiologi
Stasis empedu
dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan
susunan kimia, pengendapan. Gangguan kontraksi sfingter odci dan kandung empedu
dapat juga menyebabkan statis. Faktor hormon (kehamilan) menyebabkan
pengosongan kandung empedu. Akibat satis, terjadilah sumbatan empedu (saluran).
Adanya batu akibat statis yang progresif tadi memungkinkan terjadi trauma
dinding kandung empedu, hal ini dapat memungkinkan infeksi bakteri lebih cepat
E.
Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai
resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >
60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
d. Makanan
Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga
kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat
keluarga.
f.Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas
fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan
dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan
ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena
jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,
karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
F.
Jenis – Jenis kolesistitis
a.
Kolesistitis Akut
Merupakan reaksi
inflamasi akut dinding kandung empedu. Umumnya pada wanita, gemuk dan berusia
diatas 40 tahun
1.
Etiologi :
Umunya
kolesistitis disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah darah
dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah
kuman E. Coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim –
enzim pankreas
2.
Mekanisme klinis :
1)
Gangguan pencernaan, mual muntah
2)
Nyeri perut kanan atas atau kadang
tidak enak diepigastrium
3)
Nyeri menjalar kebahu atau skapula
4)
Demam dan ikterus (bila terdapat
batu diduktus koledokus sistikus)
5)
Gejala nyeri perut bertambah bila
makan banyak lemak
6)
Diam karena menahan nyeri
3.
Pemeriksaan fisik :
Pasien tampak
sakit akut, nyeri lokal dandefans muskular,demam, takikardi, kandung empedu
membengkak, nyeri tekan disertai tanda – tanda peritonitis lokal, teraba vesika
biliaris pada sepertiga pasien.
4.
Pemeriksaan penunjang :
1)
Leukositosis ringan
2)
Bilirubin serum meningkat 4 mg/100
ml
3)
Fosfatase alkali dan serum
transaminase meningkat
4)
Foto polos radiologi : kadang
terlihat batu empedu
5)
Koleskintigrafi radionuklida (Scan
Tc – HIDA) : memperlihatkan obstruksi duktus sistikus
6) ERCP atau PTC : untuk
menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya abstruksi duktus sistikus
5.
Penatalaksanaan :
1)
Konservatif pada keadaan akut
- Hidrasi intravena
- Istirahat baring
- Mendekompresi lambung bila ada ileus puasa, intubasi nasogaster mencegah rangsangan vesika biliaris bersamaan dengan analgesia parenteral
- Antibiotika : sefalosporin generasi kedua, kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau metronidazol
2) Koleksistektomi
4 sampai 6 minggu kemudian
6. Komplikasi :
1.
Septikemia
2.
Pembentukan abses di dalam lumen
vesika biliaris
3.
Nekrosis dengan perforasi lokal
(abses perikolesistik)
4.
Fistulisasi ke organ berongga lain
: duodenum, lambung atau kolon
5.
Peritonitis empedu
6.
Kolesistitis emfisematosa : proses
peradangan akut yang melibatkan organisme virulen pembentuk gas
7.
Empisema vesika biliaris :
berlanjut supurasi (banyak pus dalam vesika biliaris)
Perforasi vesika
biliaris : perforasi dalam daerah ganggren likalisata
b. Kolesistitis kronik
Suatu keadaan
dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan jaringan
ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang.
1.
Etiologi :
a.
Serangan berulang obstruksi duktus
sistikus
b.
Nekrosis / iritasi tekanan,
ulserasi dan peradangan reaksi lokal
c.
Invasi bakteri primer : E Coli,
Klebsiella, Enterokokus dan Salmonela
6.
Manifestasi klinis :
a. kolik bilier : nyeri parah,
berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran kanan atas atau epigastrium
dialihkan ke skapula kanan
b.
mual dan muntah
c.
Nyeri biasanya pada malam hari
d.
Kolik bilier timbul penekanan
makanan berlemak
e.
Dispepsia, salah cerna, kembung
dan bersendawa
7.
Penatalaksanaan :
a.
menghindari makanan yang digoreng
dan berlemak
b.
Kolesistektomi
8.
Komplikasi
·
Infeksi luka
·
Abses intra abdomen
·
Peritonitis empedu, cedera duktuis
bilier besar ke penyediaan darah hati
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Aktivitas dan istirahat
S : kelemahan,
O : kelelahan
- Sirkulasi
Takikardi, Diaphoresis
- Eliminasi
S : perubahan warna unrine dan feses,
O: Distensi
abdomen, teraba masa di abdomen atas / quadran kanan atas, urine pekat
- Makan / minum
S : anoreksia, nausea /vomiting, tidak ada troleransi
makan lunak yang mengandung gas, regurgitas ulang, eruption, flatunasi, rasa
seperti terbakar pada epugastrik, ada peristaltik, kembung dan dispepsia
O : kegemukan, kehilangan berat badan (kurus)
- Nyeri / kenyamanan
S : nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu,nyeri epigastrium
setelah makan, nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit
O : cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang /
kaku, hal ini dilakukan pada pmeriksaan RUQdan menunjukkan tanda marfin (+)
- Respirasi
Pernapasan panjang / pendek, nafas dangkal,rasa tak nyaman
- Keamanan
Demam menggigil, jundice, kulit kering dan pruritus, cenderung
perdarahan (defisiensi vit K)
- Pengetahuan
Pada kellllluarga dan pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung
empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna
bagian bawah
- Perencanaan
H.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol,
teradaptasi
Kriteria hasil :
·
penurunan respon terhadap nyeri
(ekspresi)
·
laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
·
observasi catat lokasi, tingkat
dan karakter nyeri
R : membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang
terjadinya perkembangannya
·
catat respon terhadap obat nyeri
R : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi
·
Tingkatkan tirah baring (fowler) /
posisi yang nyaman
R : posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal
·
Ajarkan teknik relaksasi (nafas
dalam)
R : meningkatkan istirahat dan koping
·
Ciptakan lingkungan yang nyaman
(turunkan suhu ruangan)
R : mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri
·
Kompres hangat
R : dilatasi dingin empedu spasme menurun
·
Kolaborasi
- Antibiotik
- Analgetik
- Sedatif
- Relaksasi otot halus
2.
Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan
muntah, distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan
Tujuan : Menunjukkan
keseimbangan cairan yang adekuat
Kriteria hasil :
- Turgor kulit yang baik
- Membran mukosa lembab
- Pengisian kapiler baik
- Urine cukup
- TTV stabil
- Tidak ada muntah
Rencana intervensi :
·
Pertahankan intakke dan output
cairan
R : mempertahankan volume sirkulasi
·
Awasi tanda rangsangan muntah
R : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan
oral menimbulkan degfisit natrium, kalium dan klorida
·
Anjurkan cukup minum (1 botol aqua
1500 ml/hr)
R : mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
·
Kolaborasi :
-
Pemberian antiemetik
-
Pemberian cairan IV
3.
Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
Tujuan : Menunjukkan kestabilan
BB
Krieteria hasil : BB stabil,
laporan tidak mual muntah
Rencana intervensi :
·
Kaji perkiraan kebutuhan kalori
tubuh
R : mengidentifikasi jumlah intake kalori yang diperlukan tiap hari
·
Timbang BB sesuai indikasi
R : mengawali keseimbangan diet
·
Diskusi menu yang disukai dan
ditoleransi
R : meningkatkan toleransi intake makanan
·
Anjurkan gosok gigi sebelum atau
sesudah makan
R : menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan meningkatkan nafsu
makan
·
Konsultasi pada ahli gizi untuk
menetapkan diit yang tepat
R : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute
yang paling tepat
·
Anjurkan mengurangi makan na
berlemak dan menghasilkan gas
R : pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan
nyeri
·
Berikan diit rendah lemak
R : mencegah mual dan spasme
·
Kaji distensi abdomen,
berhati-hati, menolak gerak
R : menunjukkan ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan,
nyeri gas
·
Ambulasi dan tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi
R : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen
·
Kolaborasi :
ü
nutrisi total
ü
garam empedu
4.
Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi
Tujuan : menyatakan pemahaman
klien
Kriteria hasil :
·
Melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam pengobatan
Rencana intervensi :
·
Kaji informasi yang pernah didapat
R : mengkaji tingkat pemahaman klien
·
Beri penjelasn tentang penyakit,
prognosa, dan tindakan diagnostik
R : memungkinkan terjadinya partisipasi aktif
·
Beritahukan diit yang tepat,
teknik relaksasi, untuk persiapan operasi
Anjurkan teknik istirahat yang harus dilaporkan tentang penyakitnya
·
Anjurkan untuk menghindari makanan
atau minuman tinggi lemak
R : mencegah / membatasi terulangnya serangan kandung empedu
·
Diskusikan program penurunan berat
badan
R : kegemukan adalah faktor resiko terjadinya colesistitis
·
Kaji ulang program obat,
kemungkinan efek samping
R : batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan
batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam
ductus choledochus (choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di
dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk
dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan
memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.
Etiologi
a.
Obstruksi duktus sistikus
dengan distensi dan iskemia vesika bilaris. Sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguam aliran darah dan
limfe, bakteri komensal kamudian berkembang biak
b.
Cedera kimia (empedu) dan atau
mekanik (batu empedu) pada mukosa
c.
Infeksi bakteri
Adanya kuman
seperti E. Coli, salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim
– enzim pankreas.
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
ReplyDelete